Kita mengenal tiga macam penyakit; penyakit hati,
penyakit jiwa, dan penyakit fisik. Membezakan penyakit fisik dengan penyakit
jiwa lebih mudah berbanding membezakan penyakit jiwa dengan penyakit hati.
Walaupun demikian, ketiganya memiliki persamaan. Apa pun yang dikenai oleh
ketiga penyakit itu, ia tidak akan mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
Tubuh kita disebut berpenyakit apabila ada bagian tubuh kita yang tidak
menjalankan fungsinya dengan benar. Telinga Anda disebut sakit apabila ia tidak
dapat mendengar lagi. Hati itu dapat hidup dan dapat mati, sihat dan
sakit. Dalam hal ini, ia lebih penting dari pada tubuh.
Di antara fungsi hati, menurut
Al-Ghazali, adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Allah telah
menciptakan hati sebagai tempat Dia bersemayam. Tuhan berkata dalam sebuah
hadis Qudsi: Langit dan bumi tidak dapat meliputi-Ku. Hanya hati manusia yang
dapat meliputi - Ku. Dalam hadis Qudsi lain, Tuhan berkata: "Hai anak
Adam, Aku telah menciptakan taman bagimu, dan sebelum kamu bisa masuk ke taman
ciptaan-Ku, Aku usir setan dari dalamnya. Dan dalam dirimu ada hati, yang
seharusnya menjadi taman yang engkau sediakan bagi-Ku."
Hadis ini menunjukkan bahwa fungsi hati adalah untuk mengenal Tuhan, mencintai
Tuhan, menemui Tuhan, dan pada tingkat tertentu, melihat Tuhan atau berjumpa
dengan-Nya. Hati yang berpenyakit ditandai dengan tertutupnya mata batin kita
dari penglihatan-penglihatan ruhaniah. Ada hubungan antara penyakit jiwa dengan
penyakit fisik. Sebagai contoh, penyakit jiwa yang paling populer pada
masyarakat modern adalah stres. Stres pada penyakit jiwa adalah seperti sakit
flu pada penyakit fisik.
Dari beberapa penelitian ilmiah, diketahui bahwa orang-orang yang stres
mengalami gangguan pada sistem immune atau sistem kekebalan dalam tubuhnya.
Orang yang banyak mengalami stres cenderung mudah sekali terkena penyakit.
Ini menunjukkan bahwa penyakit jiwa amat berpengaruh dalam menimbulkan gangguan
fisik. Demikian pula sebaliknya, penyakit fisik dapat menimbulkan gangguan
jiwa. Orang yang sakit terus menerus, sudah berobat ke mana-mana, tetapi belum
sembuh, juga bisa mengalami penyakit jiwa. Orang tersebut boleh jadi cepat
tersinggung, mudah marah, dan sebagainya.
Salah satu di antara penyakit jiwa adalah perasaan cemas; takut akan sesuatu
yang tidak jelas. Ada dua macam ketakutan; Pertama, takut kepada sesuatu yang
terlihat, misalnya ketakutan pada harimau. Kedua, takut kepada sesuatu yang
abstrak, umpamanya seorang istri yang takut suaminya akan berbuat macam-macam.
Sang istri membayangkan sesuatu yang bersumber dari imaginasinya sendiri. Ini
berarti istri tersebut mengalami gangguan psikologis. Ada juga orang yang
merasa bahwa semua orang di sekitarnya tidak suka kepada dia dan mereka semua
bermaksud mencelakakannya. Dia selalu dibayangi ketakutan seperti itu. Para
psikolog menyebut ketakutan seperti ini sebagai anxiety.
Penyakit hati menimbukan gangguan psikologis dan gangguan psikologis
berpengaruh pada kesehatan fisik. Contoh penyakit hati adalah dengki, iri hati,
dan dendam kepada orang lain. Dendam adalah rasa marah yang kita simpan jauh di
dalam hati kita sehingga menggerogoti hati kita. Akibat dari menyimpan dendam,
kita menjadi stres berkepanjangan. Adapun akibat dari iri hati ialah kehilangan
perasaan tentram. Orang yang iri hati tidak bisa menikmati kehidupan yang
normal karena hatinya tidak pernah bisa tenang sebelum melihat orang lain
mengalami kesulitan. Dia melakukan berbagai hal untuk memuaskan rasa iri
hatinya. Bila ia gagal, ia akan jatuh kepada frustrasi.
Imam Ali berkata, "Tidak ada orang zalim yang menzalimi orang lain sambil
sekaligus menzalimi dirinya sendiri, selain orang yang dengki."
Selain menyakiti orang lain, orang yang dengki juga akan menyakiti dirinya
sendiri. Ada penyakit hati yang langsung berpengaruh kepada gangguan fisik.
Bakhil, misalnya. Bakhil adalah penyakit hati yang bersumber dari keinginan
yang egois. Keinginan untuk menyenangkan diri secara berlebihan akan melahirkan
kebakhilan. Penyakit bakhil berpengaruh langsung pada gangguan fisik.
Pernah ada orang datang kepada Imam Ja'far as. Dia mengadukan sakit yang
diderita seluruh anggota keluarganya, yang berjumlah sepuluh orang. Imam Ja'far
berkata dengan menyebutkan sabda Nabi saw, "Sembuhkanlah orang-orang yang
sakit di antara kamu dengan banyak bersedekah." Dalam hadis lain
disebutkan, "Di antara ciri-ciri orang bakhil adalah banyaknya
penyakit".
Tanda-Tanda Penyakit Hati
Pertama, kehilangan cinta yang tulus. Orang yang mengidap penyakit hati tidak
akan bisa mencintai orang lain dengan benar. Dia tidak mampu mencintai
keluarganya dengan ikhlas. Orang seperti itu agak sulit untuk mencintai Nabi,
apalagi mencintai Tuhan yang lebih abstrak. Karena ia tidak bisa mencintai
dengan tulus, dia juga tidak akan mendapat kecintaan yang tulus dari orang lain.
Sekiranya ada yang mencintainya dengan tulus, ia akan curiga akan kecintaan
itu.
Dalam kitab Matsnawi, Rumi mengisahkan suatu negeri yang mengalami kekeringan
yang panjang. Orang-orang salih dan para ulama berkumpul untuk melakukan salat
istisqa namun hujan tidak turun juga. Karena hujan tidak turun, akhirnya para
pendosa pun turut berkumpul di tanah lapang. Sebagai ahli maksiat, mereka tidak
tahu bagaimana cara salat istisqa. Mereka hanya memukul genderang sambil
mengucapkan puji- pujian dalam bahasa Persia yang terjemahannya berbunyi:
Titik-titik hujan sangat indah untuk para pendosa. Begitu juga kasih sayang
Tuhan sangat indah untuk orang-orang durhaka. Mereka hanya mengulang-ulang
kata-kata itu.
Tiba-tiba, tanpa diduga, hujan turun dengan lebat. Hal ini terjadi karena
orang-orang salih berdoa dengan seluruh zikir dan tasbihnya, sementara para
pendosa berdoa dengan seluruh penyesalannya, dengan segala perasaan rendah diri
di hadapan keagungan Tuhan. Para pentasbih menyentuh kemahabesaran Tuhan
sementara para pendosa menyentuh kasih sayang Tuhan.
Kedua, kehilangan ketentraman dan ketenangan batin. Ketiga, memiliki hati dan
mata yang keras. Pengidap penyakit hati mempunyai mata yang sukar terharu dan
hati yang sulit tersentuh. Keempat, kehilangan kekhusyukan dalam ibadat.
Kelima, malas beribadat atau beramal. Keenam, senang melakukan dosa. Orang yang
berpenyakit hati merasakan kebahagiaan dalam melakukan dosa. Tidak ada perasaan
bersalah yang mengganggu dirinya sama sekali. Sebuah doa dari Nabi saw berbunyi:
"Ya Allah, jadikanlah aku orang yang apabila berbuat baik aku berbahagia
dan apabila aku berbuat dosa, aku cepat-cepat beristighfar."
Di antara taubat yang tidak diterima Allah ialah taubat orang yang tidak pernah
merasa perlu untuk bertaubat karena tak merasa berbuat dosa. Kali pertama
seseorang melakukan dosa, ia akan merasa bersalah. Tetapi saat ia mengulanginya
untuk kedua kali, rasa bersalah itu akan berkurang. Setelah ia berulang kali
melakukan maksiat, ia akan mulai menyenangi kemaksiatan itu. Bahkan ia menjadi
ketagihan untuk berbuat maksiat terus menerus. Ini menandakan orang tersebut
sudah berada dalam kategori firman Allah: "Dalam hatinya ada penyakit lalu
Allah tambahkan penyakitnya." (QS. Al-Baqarah: 10)
Dalam kitabnya Ihyâ `Ulûmuddîn, Al-Ghazali berbicara tentang tanda- tanda
penyakit hati dan kiat-kiat untuk mengetahui penyakit hati tersebut. Ia
menyebutkan sebuah doa yang isinya meminta agar kita diselamatkan dari berbagai
jenis penyakit hati: "Ya Allah aku berlindung kepadamu dari ilmu yang
tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, nafsu yang tidak kenyang, mata yang
tidak menangis, dan doa yang tidak diangkat."
Doa yang berasal dari hadis Nabi saw ini, menunjukkan tanda-tanda orang yang
mempunyai penyakit hati. Merujuk pada doa di atas, kita bisa menyimpulkan
ciri-ciri orang yang berpenyakit hati sebagai berikut:
Pertama, memiliki ilmu yang tidak bermanfaat. Ilmunya tidak berguna baginya dan
tidak menjadikannya lebih dekat kepada Allah swt. Al-Quran menyebutkan orang
yang betul- betul takut kepada Allah itu sebagai orang-orang memiliki ilmu:
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya ialah orang yang
berilmu. Jika ada orang yang berilmu tapi tidak takut kepada Allah, berarti dia
memiliki ilmu yang tidak bermanfaat.
Kedua, mempunyai hati yang tidak bisa khusyuk. Dalam menjalankan ibadah, ia
tidak bisa mengkhusyukkan hatinya sehingga tidak bisa menikmati ibadahnya.
Ibadah menjadi sebuah kegiatan rutin yang tidak mempengaruhi perilakunya sama
sekali. Tanda lahiriah dari orang yang hatinya tidak khusyuk adalah matanya
sulit menangis. Nabi saw menyebutnya sebagai jumûd al-`ain (mata yang beku dan
tidak bisa mencair). Di dalam Al-Quran, Allah menyebut manusia-manusia yang
salih sebagai mereka yang ...seringkali terhempas dalam sujud dan menangis
terisak-isak.
Di antara sahabat-sahabat Nabi, terdapat sekelompok orang yang disebut
al-bakâun (orang-orang yang selalu menangis) karena setiap kali Nabi
berkhutbah, mereka tidak bisa menahan tangisannya. Dalam sebuah riwayat, para sahabat
bercerita: Suatu hari, Nabi Saw menyampaikan nasihat kepada kami. Berguncanglah
hati kami dan berlinanglah air mata kami. Kami lalu meminta, "Ya
Rasulallah, seakan- akan ini khutbahmu yang terakhir, berilah kami tambahan
wasiat." Kemudian Nabi saw bersabda, "Barangsiapa di antara kalian
yang hidup sepeninggalku, kalian akan menyaksikan pertengkaran di antara kaum
muslimin yang banyak ..." Dalam riwayat lain, Nabi saw bersabda: "Hal
pertama yang akan dicabut dari umat ini adalah tangisan karena kekhusyukan."
Ketiga, memiliki nafsu yang tidak pernah kenyang. Ia memendam ambisi yang tak
pernah habis, keinginan yang terus menerus, serta keserakahan yang takkan
terpuaskan.
Adapun ciri keempat dari orang yang berpenyakit hati adalah doanya tidak
diangkat dan didengar Tuhan.
Kaedah Mengubati Penyakit Hati
Cara pertama
untuk mengobati penyakit hati, menurut Al-Ghazali, adalah dengan mencari guru
yang mengetahui penyakit hati kita. Ketika kita datang kepada guru tersebut,
kita harus datang dengan segala kepasrahan. Kita tidak boleh tersinggung jika
guru itu memberitahukan penyakit hati kita.
Umar Ibn Al-Khattab berkata, "Aku menghargai sahabat-sahabatku yang
menunjukkan aib-aibku sebagai hadiah untukku."
Seorang guru harus mencintai kita dengan tulus dan begitu pula sebaliknya, kita
harus mencintai guru kita dengan tulus. Apa pun yang dikatakan guru, kita tidak
menjadi marah. Kita juga harus mencari guru yang lebih sedikit penyakit hatinya
daripada diri kita sendiri.
Kedua, mendapatkan sahabat yang jujur. Sahabat adalah orang yang membenarkan
bukan yang `membenar-benarkan' kita. Sahabat yang baik adalah yang membetulkan
kita, bukan yang menganggap apapun yang kita lakukan itu betul.
Ketiga, jika sulit mendapatkan sahabat yang jujur, kita bisa mencari musuh dan
mempertimbangkan ucapan-ucapan musuh tentang diri kita. Musuh dapat menunjukkan
aib kita dengan lebih jujur ketimbang sahabat kita sendiri. Keempat,
memperhatikan perilaku orang lain yang buruk dan kita rasakan akibat perilaku
buruk tersebut pada diri kita. Dengan cara itu, kita tidak akan melakukan hal
yang sama. Hal ini sangat mudah karena kita lebih sering memperhatikan perilaku
orang lain yang buruk daripada perilaku buruk kita sendiri.
Sebuah kisah dari Jalaluddin Rumi akan menutup tulisan ini; Alkisah, di sebuah
kota ada seorang pria yang menanam pohon berduri di tengah jalan. Walikota
sudah memperingatkannya agar memotong pohon berduri itu. Setiap kali
diingatkan, orang itu selalu mengatakan bahwa ia akan memotongnya besok. Namun
sampai orang itu tua, pohon itu belum dipotong juga. Seiring dengan waktu,
pohon berduri itu bertambah besar. Ia menutupi semua bagian jalan. Duri itu
tidak saja melukai orang yang melalui jalan, tapi juga melukai pemiliknya.
Orang tersebut sudah sangat tua. Ia menjadi amat lemah sehingga tidak mampu
lagi untuk menebas pohon yang ia tanam sendiri.
Di akhir kisah itu Rumi memberikan nasihatnya, "Dalam hidup ini, kalian
sudah banyak sekali menanam pohon berduri dalam hati kalian. Duri-duri itu
bukan saja menusuk orang lain tapi juga dirimu sendiri. Ambillah kapak Haidar,
potonglah seluruh duri itu sekarang sebelum kalian kehilangan tenaga sama
sekali."
Yang dimaksud Rumi dengan pohon berduri dalam hati adalah penyakit- penyakit
hati dalam ruh kita. Bersamaan dengan tambahnya umur, bertambah pula
kekuatannya. Tak ada lagi waktu yang lebih tepat untuk menebang pohon berduri
di hati kita itu selain saat ini. Esok hari, penyakit itu akan semakin kuat
sementara tenaga kita bertambah lemah. Tak ada daya kita untuk menghancurkannya.
PENYAKIT HATI, IRI HATI, SOMBONG DAN DENGKI
HATI (bahasa Arab Qalbu) adalah bagian yang sangat penting
daripada manusia. Jika hati kita baik, maka baik pula seluruh amal kita:
Rasulullah saw. bersabda, “….Bahwa dalam diri setiap manusia
terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka baik pula seluruh amalnya, dan
apabila ia itu rusak maka rusak pula seluruh perbuatannya. Gumpalan daging itu
adalah hati.” (HR Imam Al-Bukhari)
Sebaliknya, orang yang dalam hatinya ada penyakit, sulit
menerima kebenaran dan akan mati dalam keadaan kafir.
“Orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan
surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya yang telah ada dan
mereka mati dalam keadaan kafir.” [At Taubah 125]
Oleh karena itu penyakit hati jauh lebih berbahaya daripada
penyakit fisik karena bisa mengakibatkan kesengsaraan di neraka yang abadi.
Kita perlu mengenal beberapa penyakit hati yang berbahaya serta
bagaimana cara menyembuhkannya.
Sombong
Sering orang karena jabatan, kekayaan, atau pun kepintaran
akhirnya menjadi sombong dan menganggap rendah orang lain. Bahkan Fir’aun yang
takabbur sampai-sampai menganggap rendah Allah dan menganggap dirinya sebagai
Tuhan. Kenyataannya Fir’aun adalah manusia yang akhirnya bisa mati karena
tenggelam di laut.
Allah melarang kita untuk menjadi sombong:
“Janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena
sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu
tidak akan sampai setinggi gunung.” [Al Israa’ 37]
“Janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia karena sombong
dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” [Luqman 18]
Allah menyediakan neraka jahannam bagi orang yang sombong:
“Masuklah kamu ke pintu-pintu neraka Jahannam, sedang kamu kekal
di dalamnya. Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang sombong .”
[Al Mu’min 76]
Kita tidak boleh sombong karena saat kita lahir kita tidak punya
kekuasaan apa-apa. Kita tidak punya kekayaan apa-apa. Bahkan pakaian pun tidak.
Kecerdasan pun kita tidak punya. Namun karena kasih-sayang orang tua-lah kita
akhirnya jadi dewasa.
Begitu pula saat kita mati, segala jabatan dan kekayaan kita
lepas dari kita. Kita dikubur dalam lubang yang sempit dengan pakaian seadanya
yang nanti akan lapuk dimakan zaman.
Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya’ “Uluumuddiin menyatakan bahwa
manusia janganlah sombong karena sesungguhnya manusia diciptakan dari air mani
yang hina dan dari tempat yang sama dengan tempat keluarnya kotoran.
Bukankah Allah mengatakan pada kita bahwa kita diciptakan dari
air mani yang hina:
“Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina?” [Al
Mursalaat 20]
Saat hidup pun kita membawa beberapa kilogram kotoran di badan
kita. Jadi bagaimana mungkin kita masih bersikap sombong?
‘Ujub (Kagum akan diri sendiri)
Ini mirip dengan sombong. Kita merasa bangga atau kagum akan
diri kita sendiri. Padahal seharusnya kita tahu bahwa semua nikmat yang kita
dapat itu berasal dari Allah.
Jika kita mendapat keberhasilan atau pujian dari orang,
janganlah ‘ujub. Sebaliknya ucapkan “Alhamdulillah” karena segala puji itu
hanya untuk Allah.
Iri dan Dengki
Allah melarang kita iri pada yang lain karena rezeki yang mereka
dapat itu sesuai dengan usaha mereka dan juga sudah jadi ketentuan Allah.
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan
Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena)
bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi
para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.” [An Nisaa’ 32]
Iri hanya boleh dalam 2 hal. Yaitu dalam hal bersedekah dan
ilmu.
Tidak ada iri hati kecuali terhadap dua perkara, yakni seorang
yang diberi Allah harta lalu dia belanjakan pada jalan yang benar, dan seorang
diberi Allah ilmu dan kebijaksaan lalu dia melaksanakan dan mengajarkannya.
(HR. Bukhari) [HR Bukhari]
Jika kita mengagumi milik orang lain, agar terhindar dari iri
hendaknya mendoakan agar yang bersangkutan dilimpahi berkah.
Apabila seorang melihat dirinya, harta miliknya atau saudaranya
sesuatu yang menarik hatinya (dikaguminya) maka hendaklah dia mendoakannya
dengan limpahan barokah. Sesungguhnya pengaruh iri adalah benar. (HR. Abu
Ya’la)
Dengki lebih parah dari iri. Orang yang dengki ini merasa susah
jika melihat orang lain senang. Dan merasa senang jika orang lain susah. Tak
jarang dia berusaha mencelakakan orang yang dia dengki baik dengan lisan,
tulisan, atau pun perbuatan. Oleh karena itu Allah menyuruh kita berlindung
dari kejahatan orang yang dengki:
“Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” [Al Falaq 5]
Kedengkian bisa menghancurkan pahala-pahala kita.
Waspadalah terhadap hasud (iri dan dengki), sesungguhnya hasud
mengikis pahala-pahala sebagaimana api memakan kayu. (HR. Abu Dawud)
RIYA'
Riya adalah berbuat kebaikan/ibadah dengan maksud
pamer kepada manusia agar orang mengira dan memujinya sebagai orang yang baik
atau gemar beribadah seperti shalat, puasa, sedekah, dan sebagainya.
Ciri-ciri riya:
Orang yang riya berciri tiga, yakni apabila di
hadapan orang dia giat tapi bila sendirian dia malas, dan selalu ingin mendapat
pujian dalam segala urusan. Sedangkan orang munafik ada tiga tanda yakni
apabila berbicara bohong, bila berjanji tidak ditepati, dan bila diamanati dia
berkhianat. (HR. Ibnu Babawih).
Orang yang riya’, maka amal perbuatannya sia-sia
belaka.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti
(perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya
kepada manusia” [QS. Al-Baqarah: 264]
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat karena riya” [Al
Maa’uun 4-6]
Riya membuat amal sia-sia sebagaimana syirik.
(HR. Ar-Rabii’)
Sesungguhnya riya adalah syirik yang kecil. (HR.
Ahmad dan Al Hakim)
Imam Al Ghazali mengumpamakan orang yang riya itu
sebagai orang yang malas ketika dia hanya berdua saja dengan rajanya. Namun
ketika ada budak sang raja hadir, baru dia bekerja dan berbuat baik untuk
mendapat pujian dari budak-budak tersebut.
Nah orang yang riya juga begitu. Ketika hanya
berdua dengan Allah Sang Raja Segala Raja, dia malas dan enggan beribadah. Tapi
ketika ada manusia yang tak lebih dari hamba/budak Allah, maka dia jadi rajin
shalat, bersedekah, dan sebagainya untuk mendapat pujian para budak. Adakah hal
itu tidak menggelikan?
Agar terhindar dari riya, kita harus meniatkan
segala amal kita untuk Allah ta’ala (Lillahi ta’ala).
Bakhil atau Kikir
Bakhil alias Kikir alias Pelit alias Medit adalah
satu penyakit hati karena terlalu cinta pada harta sehingga tidak mau
bersedekah.
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil
dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa
kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi
mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di
hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di
bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [Ali ‘Imran 180]
Padahal segala harta kita termasuk diri kita
adalah milik Allah. Saat kita lahir kita tidak punya apa-apa. Telanjang tanpa
busana. Saat mati pun kita tidak membawa apa-apa kecuali beberapa helai kain
yang segera membusuk bersama kita.
Sesungguhnya harta yang kita simpan itu bukan
harta kita yang sejati. Saat kita mati tidak akan ada gunanya bagi kita. Begitu
pula dengan harta yang kita pakai untuk hidup bermegah-megahan seperti beli
mobil dan rumah mewah.
“Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa
dirinya cukup serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan
baginya (jalan) yang sukar. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia
telah binasa” [Al Lail 8-11]
Yang justru jadi harta yang bermanfaat bagi kita
di akhirat nanti adalah harta yang kita belanjakan di jalan Allah atau
disedekahkan. Harta tersebut akan jadi pahala yang balasannya adalah istana
surga yang luasnya seluas langit dan bumi.
“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan)
ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang
disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya.
Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
Allah mempunyai karunia yang besar.” [Al Hadiid 21]